Sabtu, 25 Juni 2011

PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi)


PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) DALAM PENYELENGGARAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

Indonesia adalah Negara yang berlandaskan hukum yang melindungi setiap warga Negara-nya dalam melakukan setiap apaun bentuk kebebasan berpendapat, menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Kebebasan ini-pun dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, baik di dalam UUD tahun 1945 pasal 28, maupun peraturan yang secara jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll.
Sebagai manusia memiliki hak mendasar yang disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu hak mendasar ini adalah hak untuk memperoleh atau mendapatkan informasi. Hak ini dijamin oleh Konstitusi Negara atau UUD 1945 hasil amandemen. Pada pasal 28F dinyatakan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Keberadaan informasi bagi manusia di era modernitas dewasa ini sangatlah penting. Selain sebagai saran penunjang dalam setiap interaksi sosial, informasi juga menjadi sebuah sarana pengetahuan di setiap lini kehidupan bermasyarakat. Tentunya kita tahu, bahwa sumber informasi yang saat ini ada telah sangat lebih dari cukup, banyak media tersebar di seluruh aspek kehidupan, baik media cetak maupun media elektronik.
Di era reformasi ini, masyarakat telah banyak mengalami perubahan dalam berbagai hal, termsuk perubahan untuk ikut andil dalam mengusulkan (meranccang) masa depan  bangsa ini. Ini tak lepas dari konsep demokrasi yang mengalami berbagai perkembangan-perkembangan setelah bergulirnya reformasi tersebut. Secara sederhananya, bahwa masyarakat saait ini lebih proaktif, responsif dan reaktif dalam memantau setiap kejadian-kejadian di lingkungan penyelenggara Negara (pemerintah).
Dalam banyak kesempatan kita sering melihat partisipasi masyarakat dalam merumuskan berbagai kebijakan pemerintah. Ini tentunya tidak lepas dari berbagai upaya pemerintah sendiri untuk memainkan peran akuntabilitas, transapransi dan partisipasi masyarakat serta merumuskan berbagai aturan perundang-undangan yang memberikan kesempatan masyarakat untuk mengambil peran, contohnya adalah Undang-undang Kebebasan Informasi Publik no. 14 tahun 2008, yang memberikan kebebasan masyarakat luas untuk mengakses setiap informasi dari pemerintah yang mereka perlukan.
Dijelaskan lebih lanjut dalam UU Kebebasan Informasi Publik No 14 Tahun 2008 telah disebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mengakses setiap informasi yang dibutuhkan dalam setiap hal dan sesuai dengan aturan yang disesuaikan dengan pihak yang terkait. Selain itu disebutkan pula dalam BAB III pasal 4 bagian kesatu telah dinyatakan bahwa setiap orang berhak mengetahui informasi yang dibutuhkan.
Dalam panduan penerapan UU KIP disebutkan bahwa ada beberapa unsur yang melibatkan alur pemberian informasi, akan tetapi menurut kami, ada 4 (empat) hal yang terpenting dan bersinggungan dengan masalah informasi, yaitu :
1.      Pemohon informasi
2.      Badan Publik  (pemerintahan/penyelenggara urusan publik)
3.      Pengguna (orang yang menggunakan informasi)
4.      Informasi
5.      Informasi publik
Selain itu, dalam UU KIP ini telah disebutkan dengan penjelasan bahwa badan publik sebagai sumber informasi harus mempunyai wadah tersendiri yang disebut dengan PPID (Petugas Pengelola Informasi dan Dokumentasi). Hal ini untuk meminimalisir  hal yang akan membingungkan masyarakat pemohon informasi, misalkan mereka merasa di pimpong kesana kemari hanya untuk mendapatkan informasi atau data tertentu. Hal ini pernah penulis alami ketika mengajukan permohanan untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan hasil pembahasan APBD Pemerintah Daerah Bojonegoro. Sehingga ini menjadi sebuah pelajaran kepada setiap stakeholder pemerintahan untuk tidak lagi terjadi ketika PPID telah dibentuk di setiap SKPD.
Sejalan dengan hal ini, pemerintahan daerah melalui Bapak Johny Nur Haryanto menyatakan bahwa dengan adanya PPID ini tidak akan ada lagi masyarakat atau wartawan yang merasa dipimpong disuruh ke sana kemari dalam mencari data-data..”(Radar Bojonegoro 1 Maret 2011). Terlebih SK Bupati Bojonegoro, Nomor 188/54/KEP/412.11/2011, tentang Pejabat Pengelola Informasi dan Komunikasi telah dikeluarkan. Sehingga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang program-program pembangunan yang sedang dan sudah dilaksanakan, sehingga tidak terjadi salah informasi. Hal ini menjadi udara segar disaat banyaknya kejadian-kejadian yang sangat tidak menguntungkan masyarakat yang membutuhkan informasi publik. Akan tetapi, tentunya kita sebagai masyarakat Bojonegoro tidak harus menerima hal ini secara mentah, harus ada langkah kongkrit dari Pemerintah Daerah dan pengawasan dari masyarakat terhadap kinerja para petugas di PPID sehingga mereka mampu melaksanakan apa yang seharusnya menjadi tugas pokok mereka. Karena diharapkan di PPID ini masyarakat tidak lagi mendapatkan pepesan kosong belaka, akan tetapi mendapatkan pelayanan sesuai dengan UU KIP yang berlaku di Negara Indonesia.
Adanya PPID di Pemerintahan Daerah tidak semua masyarakat mengetahui hal ini. Sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi pihak terkait yang dalam hal ini adalah petugas PPID sendiri untuk mensosialisasikan kepada masyarakat Bojonegoro bahwa keberadaan mereka ada dan untuk melayani setiap individu baik secara personal maupun secara organisasi dalam pemenuhan kebutuhan akan informasi tentang pemerintahan. Ke depan, tentunya adanya PPID tidak hanya menjadi sebuah pelengkap untuk menjalakan kewajiban pemerintah dalam pelaksanaan amanat UU KIP No. 14 Tahun 2008 akan tetapi memang mengfungsikan semua sesuai dengan yang diharapkan oleh pembuat kebijakan.
Ada  hal yang menarik menjadi perhatian ketika kita melihat apa sebenarnya fungsi PPID itu sendiri. Sesuai dengan namanya yaitu Petugas Pengelola Informasi dan Dokumentasi, Sesuai dengan yang dimaksud dengan BAB I pasal 9 UU KIP No. 14 tahun 2008 menyebutkan “Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.
 Tentunya bukan orang yang sembarangan pula yang menjadi PPID karena kita tahu bahwa tidak mudah untuk bagaimana menjadikan sesuatu yang baru akan sempurna seperti yang seharusnya. Ini mengacu terhadap apa yang terjadi sebelum ada PPID itu sendiri, di mana sering terjadi hal-hal non teknis yang menjadikan masyarakat yang butuh informasi merasa selalu salah orang (karena tidak tahu atau sengaja tidak diberi tahu siapa yang sebenarnya memegang arus informasi disetiap instansi pemerintahan) ketika membutuhkan informasi publik.
Ini adalah persoalan yang paling mendasar dari setiap permasalahan kesiapan petugas PPID untuk menjalankan tugas pokoknya sebagai penyimpan data dan pemberi informasi kepada masyarakat yang membutuhkannya. Fenomena semacam ini kita rasa bukannya tidak menjadi pemikiran pemilik kebijakan, akan tetapi kemungkinan besar adalah susahnya mencari figur petugas yang benar-benar mampu dan mau untuk menjadi petugas pengelola informasi dan dokumentasi daerah yang telaten dan sanggup menggumpulkan dan mengklasifikaskan setiap dokumen yang sebegitu banyaknya di setiap SKPD di Pemerintahan Kabupaten.
Persoalan yang kedua adalah persoalan teknis. Artinya bahwa kalau misalkan kita ambil contoh di Bojonegoro. PPID di kabupaten Bojonegoro adalah langsung dibebankan kepada Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi, maka ada kemungkinan yang terjadi ada kerancuan pemasukan informasi-informasi karena kita tahu bahwa Kepada Dinas Komunikasi dan Informasi secara golongan kepegawaian sama dengan Kepala Dinas yang lain, sehingga kemungkinan terjadi sebuah kesalahpahaman tugas bisa saja muncul di belakang hari. Tentunya yang terjadi adalah tidak maksimalnya PPID yang ada di Kabupaten-kabupaten yang telah ada PPID-nya, khususnya di Kabupaten Bojonegoro.
Mungkin yang akan menjadi lontaran wacana adalah apa tidak mungkin misalkan PPID di setiap Kabupaten terutama di Bojonegoro dikendalikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) yang lebih tinggi golongan kepegawaiannya di antara Kepala-kepala SKPD-SKPD di Kabupaten Bojonegoro sehingga kedepannya Bojonegoro akan semakin MATOH dan bisa dibanggakan sebagai Kabupaten yang sangat mengedepankan Partisipasi dan Transparansi Anggaran serta Informasi. wallahu ‘alam bishowab.

Oleh : M. Rizal (Anggota Forum M-Pati Bojonegoro dan Kader IMM Bojonegoro)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More